TENTANG PEMUSIRAN

PEMUSIRAN

Pemusiran

Desa Pemusiran terletak di -1.050801, 104.120665 (Garis Lintang, Garis Bujur), yakni Pantai Timur Jambi - Sumatra. Desa yang berada di Kecamatan Nipah Panjang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur ini memiliki penduduk sekitar 3.000 Orang. Perumahan memanjang di sepanjang pinggir Sungai pemusiran, dengan bentuk rumah sebagian besar adalah rumah panggung (rumah yang memiliki tiang sebagai dasarnya). Rumah-rumah tersebut berderet membentuk bedengan dan menyatu dengan jalan utama berupa jalan jerambah (jalan berupa papan yang memiliki tiang). Jalan jerambah tersebut memanjang di pinggiran sungai, kemudian jalan berikutnya terletak sejajar di bagian belakang.


TRANSPORTASI

Sungai Pemusiran merupakan jalur transportasi utama yang digunakan masyarakat dengan alat transportasi berupa perahu, pompong (jenis kapal motor kecil), kapal motor, speed boat (jenis boat yang menggunakan mesin tempel pada bagian belakang), dll. Sungai Pemusiran bermuara di laut lepas dan bagian hulunya berhubungan dengan Sungai Batanghari (Sungai terpanjang di Pulau Sumatra). Selain menggunakan sungai, jalur transportasi darat juga bisa digunakan, akan tetapi masih terbatas karena kondisi jalan yang kurang memungkinkan


Jalan utama yang digunakan di dalam wailayah desa berupa jalan jerambah (jalan berupa papan yang memiliki tiang), tapi untuk bepergian ke luar daerah pada umumnya masyarakat masih menggunakan jalur laut. Akan tetapi setelah pembangunan jalan dari Kecamatan Nipah Panjang ke Desa Pemusiran, kini masyarakat sudah dapat menggunakan jalur transportasi darat. Meskipun demikian, jalan darat ini hanya menghubungkan Kecamatan dengan Desa yang terletak di seberang sungai Pemusiran (Desa Bunga Tanjung) sehingga masyarakat harus menyeberangi sungai Pemusiran terlebih dahulu. Nah, untuk menyeberangi sungai kita harus mengeluarkan uang lagi dengan menggunakan jasa angkutan penyeberangan sekitar Rp.2000/orang dan Rp.5000/kendaraan (sepeda motor).

Alternatif lain yang dapat digunakan untuk akses masuk atau keluar daerah adalah jalan yang baru-baru ini dibangun, yakni menghubungkan Desa Pemusiran dengan Desa Teluk Kijing (desa tetangga). Kalau yang satu ini kita tidak perlu menyeberangi sungai lagi karena desa Teluk Kijing masih satu daratan dengan desa Pemusiran. Namun kondisi jalan yang masih berupa tanah tanpa aspal menyebabkan kita tidak dapat menggunakannya pada saat musim hujan (becek, licin, tidak rata).


PEREKONOMIAN DAN HASIL ALAM

Daerah rawa-rawa yang ditumbuhi banyak jenis pepohonan bakau ini menyimpan hasil laut dan sungai yang melimpah. Berbagai jenis Ikan laut dan sungai, Udang, Kepiting, Kerang, dan fauna laut lainnya bisa didapatkan dengan mudah. Jika anda termasuk hobi memancing, berkunjunglah ke tempat ini untuk merasakan asyiknya memancing udang dan ikan sungai ;-) Selain memancing udang dan ikan sungai, mancing yang satu ini mungkin belum pernah anda rasakan yakni memancing Kepiting Bakau (kepitingnya besar-besar).

Mata pencaharian masyarakat matoritas adalah bertani dan nelayan. Kita bahas nelayan dulu… Nelayan pada umumnya adalah nelayan ikan (menangkap ikan saja), selebihnya adalah penangkap udang, kepiting laut (rajungan), dll. Untuk nelayan ikan, mereka menangkap ikan di laut dengan menggunakan jaring ikan dengan cara disebar di laut. Nah disini ada perbedaan antara yang menggunakan jaring besar dan jaring kecil. Nelayan yang menggunakan jaring besar hanya menangkap ikan-ikan besar saja seperti ikan kakap, senangin besar, bawal, dll, sedangkan nelayan yang menggunakan jaring kecil hanya menangkap ikan-ikan kecil seperti belanak, senangin kecil, ikan duri, lele laut, dll.

Para nelayan tersebut mencari ikan di laut dengan menggunakan pompong (ket : baca pd bagian Transportasi), berangkat pada saat pagi hari dan pulang pada sore bahkan sampai malam hari.  Hasil tangkapan mereka sangat bergantung pada keadaan cuaca atau musim, ada saat tertentu yang mereka sebut dengan musim ikan (bahasa daerahnya Turo). Pada saat musim ikan ini, nelayan ikan jaring kecil rata-rata mendapat ikan lebih kurang 50kg bahkan ada yang mencapai 100kg. Ikan basah tersebut mereka jual langsung kepada masyarakat dan sisa yang tidak terjual diolah kembali menjadi ikan asin (ikan yang sudah diawetkan dengan garam kemudian dijemur hingga kering). Harga ikan variatif, tergantung jenis ikannya, misalnya harga ikan basah belanak berkisar antara Rp.6000 – Rp.8000/Kg, sedangkan keringnya sekitar Rp.12.000 – Rp.14.000/Kg.

Berbeda dengan nelayan ikan, nelayan yang khusus menangkap udang tidak menggunakan jaring ikan tapi menggunakan jaring khusus yang biasa disebut Pukat Harimau. Cara penangkapannya pun berbeda, mereka menggunakan kapal motor yang lebih besar karena pukat harimau tersebut tidak disebar tapi ditarik olah kapal motor. Terkadang mereka sampai berhari-hari di laut hingga mendapat hasil tangkapan yang banyak. Nah, untuk mengawetkan ikan-ikannya, mereka menggunakan bak dengan bahan dasar Fiber yang diberi Es Batu (balok-balok Es yang sudah dipecah kecil-kecil). Hasil tangkapannya pun tidak hanya udang saja tapi masih bercampur dengan ikan-ikan kecil sehingga mereka harus memisahkannya lagi.

Di sektor perkebunan dan pertanian, pada umumnya masyarakat mengelola perkebunan Kelapa, Pinang, dll, disamping itu mereka juga menanam padi pada areal pertaniannya. Sebagian besar penduduk masing-masing memang memiliki kebun kelapa yang rata-rata seluas 1 – 2 Ha, sebagian lainnya hanya memiliki areal pertanian dan ada juga yang meiliki kedua-duanya (tergantung tingkat perekonomiannya) meskipun ada juga yang sama sekali tidak memilikinya. Hasil perkebunan kelapa pada umumnya diolah menjadi Kopra (daging kelapa yang sudah dikeringkan). Nah, dalam pengolahan buah kelapa menjadi kopra ini masih menyisakan bagian buah kelapa yang sangat bermanfaat bagi masyarakat yakni Tempurung Kelapa. Tempurung kelapa ini diolah menjadi Arang Tempurung secara manual (dibakar), yang hasilnya akan digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga. Wah… ternyata kelapa memang tumbuhan yang sangat berguna :-)

Selain berkebun, sebagian masyarakat juga bertani. Mereka menanam padi untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga dan selebihnya untuk dijual. Oleh karena itu sebagian besar masyarakat tidak pernah kekurangan bahan pangan apalagi sampai membeli. Akan tetapi akhir-akhir ini sektor pertanian agak lesu, banyak masyrakat yang sudah mengubah areal pertaniannya menjadi perkebunan kelapa. Hal ini disebabkan karena keadaan lingkungan yang kurang mendukung.


PENDIDIKAN

Sekolah yang ada di desa ini yakni TK satu atap, ada dua SD Negeri dan hanya ada satu SMP Negeri. Sedikit sekali, tapi kalau dibandingkan dengan jumlah penduduknya, masing-masing sekolah tersebut pun hanya memiliki siswa yang sedikit. Para pelajar yang ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi terpaksa harus ke luar daerah. Sekolah Menegah Atas sudah ada di Kecamatan tapi untuk Perguruan Tinggi mereka harus ke Propinsi. Hal inilah yang membuat desa ini agak sepi penduduk :-(

Sebagian Putra Daerah Pemusiran tetap kembali untuk mengembangkan desa setelah mereka menyelesaikan pendidikan (ada yang jadi bidan di desa, pegawai kepemerintahan, guru, dll). Buat-buat temen-temen yang udah pada berhasil, ingat-ingatlah kampung halaman kita yang tercinta ini. Kalau saya sih dulu SD dan SMPnya masih di sini tapi selanjutnya baru di Propinsi Jambi, setelah semuanya selesai sekarang kembali lagi ke desa ini. Nah, untuk SMPnya yakni SMP Negeri 3 Nipah Panjang akan saya bahas lebih dalam di About SMP Negeri 3 Nipah Panjang.


SOSIAL BUDAYA

Masyarakat Pemusiran didominasi oleh suku Bugis, bahkan dapat dikatakan 99% masyarakatnya merupakan suku Bugis. Hal inilah yang membuat kepedulian sosial antara sesama masyarakat sangatlah tinggi. Keakraban tersebut sangat dirasakan dalam setiap aspek kehidupan. Misalnya saja, jika ada salah satu anggota masyarakat yang akan mengadakan suatu acara (mis. : Perkawinan), maka spontan saja masyarakat akan berkumpul untuk bergotong royong membantu pelaksanaan acara tersebut. Keakraban tersebut juga didukung oleh kekerabatan yang masih sangat dekat.

"Mali siparappe, Rebba sipatokkong, Malilu sipakainge’, sipakatuo sipakalebbi” (arti : "Hanyut saling berdampar, Rubuh saling tegakkan, Terlupa saling ingatkan, sehidup saling menghargai) - sebuah pepatah Bugis yang mengandung makna yang sangat dalam tentang arti persaudaraan akan selalu hidup dalam jiwa masyarakat.

Nilai-nilai budaya suku Bugis masih tetap dipertahankan dan dijunjung tinggi, beberapa tradisi suku Bugis masih tetap dilakukan. Hal ini dapat terlihat secara jelas pada adat perkawinan yang mana ritual-ritualnya masih sangat kental dengan tradisi suku Bugis. Begitu pula dengan pantangan, masyarakat yang melanggar pantangan adat memang tidak mendapat hukuman secara langsung namun tentunya akan terkucilkan dari kekerabatan suku Bugis itu sendiri. Meski demikian, seiring dengan perkembangan zaman, beberapa tradisi yang dianggap tidak sesuai berangsur-angsur akan hilang dengan sendirinya.